Masalah Pertanian Indonesia dan Upaya Inagri dalam Menemukan Solusi

Ricky P. Ramadhan July 19, 2017

Sektor pertanian sejak lama telah menjadi andalan ekonomi dalam negeri. Sektor ini menyumbang 13,6% dari produk domestik bruto (PDB) nasional. Urutan kedua setelah industri pengolahan (20,8%). Meskipun begitu, 55% jenis industri pengolahan didominasi oleh pengolahan produk pertanian. Sektor pertanian pun menyumbang 35% penyerapan tenaga kerja.

Angka tersebut menunjukkan bahwa sektor ini masih menjanjikan untuk digarap menjadi potensi bisnis yang besar. Belum lagi dengan deretan masalah dan keterbelakangan kita dari berbagai tahapan business process pertanian. Masalah merupakan sumber peluang bagi para entrepreneur dan inovator untuk selalu mencari formula terbaik dan menemukan solusi. Masalah menjadi tempat yang baik untuk pengembangan dan riset bisnis untuk menjadi jawaban sehingga tercapai inovasi baru yang lebih efektif.

Permasalahan pertanian dimulai sejak masa pra tanam. Dibutuhkan permodalan yang banyak untuk memulai bertani. Sebagian besar petani juga tidak memiliki lahan. Hanya menyewa atau mengolah tanah milik orang lain. Sehingga hasilnya tidak dapat dimiliki sepenuhnya. Itulah mengapa petani yang mengolah pangan, justru tidak berkecukupan. Dari total 26,1 juta rumah tangga usaha pertanian di seluruh Indonesia, 56% diantaranya (atau 14,6 juta rumah tangga ) memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare (ha).

Masalah juga terdapat dalam masa tanam. Petani mesti mengetahui karakteristik tanaman dari mulai jenis bibit, unsur hara tanah, tata cara budidaya, pupuk dan perawatan lainnya. Belum lagi jika kita masukkan faktor eksternal macam cuaca yang bisa mempengaruhi secara signifikan terhadap tanaman.

Setelah melalui masa tanam dan panen, petani menemui masalah kembali dengan sulitnya akses pasar besar. Jikapun ada, lebih banyak terjadi perdagangan yang tidak adil. Harga barang banyak dipengaruhi oleh panjangnya rantai pasok sampai ke konsumen. Sehingga terdapat peluang biaya yang bisa dimanfaatkan secara efektif (opportunity cost).

Opportunity Cost

Rantai pasok pangan

Inagri berangkat dari permasalahan bahwa petani memiliki banyak kelemahan dari sisi pemasaran produk. seringkali mereka hanya fokus pada produksi pangan di lahan (on farm). sehingga petani mesti dibantu untuk dapat memasarkan produknya dengan mengedepankan perdagangan yang adil. Petani Indonesia sebenarnya pandai dalam mengolah tanah. Tanaman tumbuh subur dengan tanah yang baik. Banyak penyuluhan dan program intensifikasi pertanian. Banyak pula inovasi bibit tanaman baru yang unggul. Hingga timbul masalah dalam pemasaran seperti banyak yang kita llihat dari berita nasional tentang fluktuasi harga yang membuat goncang negara.

Inagri

Dengan kondisi tersebut, Kami melihat potensi pasar yang besar dari bisnis restoran, retail dan industri makanan olahan untuk menjadi target pemasaran produk pertanian. Restoran tentu membutuhkan pasokan beras, kentang, sayur mayur maupun daging berkualitas yang datang dari petani lokal. Inagri ingin menjadi jembatan dari kebutuhan dan permintaan itu. Inagri berusaha membuka pasar bagi produk pertanian dan berupaya membuat platform purchasing bagi unit bisnis sehingga prosesnya menjadi efektif. Tak banyak yang bisa kami lakukan, hanya sedikit solusi untuk permasalahan yang besar dan panjang ini. Namun taka da salahnya jika kami mencoba mengurai kondisi tersebut sehingga menjadi nyala api kecil dalam kegelapan.

Mari berbagi kebaikan untuk petani!